Informasi SMW Batam
Sabtu, 24 November 2018
Menjadi Seorang Umat Buddha
"Menjadi Seorang Umat Buddha"
Oleh: Yang Mulia Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera
Bagaimana menjadi seorang umat Buddha yang baik? Apakah yang pertama yang harus diperhatikan dan dilakukan? Ini merupakan pertanyaan yang sederhana dan sering ditanyakan oleh seseorang yang tertarik kepada agama Buddha.
Menjadi umat Buddha, syarat pertama, bukan harus bisa membaca paritta dalam bahasa Pali yang mungkin sukar untuk dibaca pertama kali. Bukan pula harus mempunyai altar dengan patung Buddha yang indah di rumah. Meskipun sudah tentu, membaca paritta dan mempunyai altar itu adalah suatu hal yang amat membantu dan sangat baik. Menjadi seorang umat Buddha, pertama kali yang harus dilakukan adalah siap dan berani mengubah cara berpikir.
Seorang umat Buddha akan ditandai oleh cara berpikir yang Buddhistis. Cara berpikir Buddhis, cara berpikir Dhamma adalah kita dihadapkan kepada kenyataan yang “telanjang”, yang terus terang, dan kenyataan itu sering tidak cocok dengan selera kita. Namun menghadapi kenyataan dengan apa adanya ini akan membuat kita menjadi dewasa dan bijaksana.
Satu contoh, kalau kita mengidap penyakit, dan kalau kita menjadi seorang umat Buddha harus mau mengakui bahwa diri kita sakit. Dan itu sesuatu yang tidak gampang. Dhamma meminta kita untuk melihat kenyataan hidup dengan apa adanya, dengan terus terang, dengan tanpa tabir. Selera kita adalah ingin sehat, ingin makan seenak kita, misalnya bir, sate kambing, ayam goreng, dan lain-lain, tapi kenyataan menghadapkan kepada kita bahwa kita sakit.
Oleh karena itu, meskipun berat dan pahit, kalau kita mau melihat kenyataan dan siap menerima kenyataan, maka kita akan berpikir secara dewasa, dan sikap kita akan menjadi sikap yang bijaksana. Lain misalnya kalau kita sakit, kemudian kita ingin menutupi kenyataan itu, pura-pura tidak sakit, “jerih” atau takut melihat kenyataan, serta menganggap diri kita tidak sakit, padahal sesungguhnya sedang sakit. Menutupi penyakit adalah sikap kekanak-kanakan; karena itu sikapnya, tindakan atau perbuatannya kemudian tidak akan menjadi bijaksana. Kita menjauhi obat, tidak menjaga diri. Perbuatan dilakukan bila sesuai dengan selera, sehingga perbuatan itu akan menghancurkan diri sendiri.
Inilah manfaat beragama, terutama menjadi umat Buddha yang mengenal Dhamma. Kita ditantang, diminta kesanggupan kita bukan hanya kesanggupan untuk menyumbang kepada vihara.
Bukan! Bukan pula kesanggupan menghapal paritta yang mungkin sulit dibaca. Tetapi kesanggupan mengubah cara berpikir dan kesanggupan untuk berani melihat dengan mata terbuka terhadap kenyataan sebagai mana adanya; sehingga sikap, tindakan, dan perilaku kita menjadi sikap/tindakan/perilaku yang dewasa dan bijaksana.
Saya ingin memberikan sebuah contoh lain. Bila kita sakit demam maka kita tidak boleh makan gorengan dan minum es. Orang tahu akan hal itu. Seandainya orang tua sakit, dia akan mengerti. Karena dia sayang kepada anak-anaknya, dia harus menjaga kesehatannya, orang tua mempunyai tanggung jawab, dan bisa menahan diri, karena dia dewasa. Tetapi kalau anak-anak, mungkin sulit untuk tidak makan gorengan atau minum es. Apa sebab? Sebab dia masih anak-anak, tidak bisa berpikir panjang. Demikan juga dengan kita. Kalau cara berpikir kita masih seperti itu, meskipun usia kita sudah lanjut, maka cara berpikir kita tetap seperti anak-anak.
Pada suatu perayaan, saya menjelaskan tentang materi, tentang uang, tentang hasil dari pekerjaan kita. Agama Buddha tidak menganggap uang , materi, kendaraan, tanah atau rumah itu sebagai jelek, sebagai kotor, sebagai dosa. Tidak sama sekali! karena materi atau uang itu adalah netral. Sama seperti pisau, pisau itu bukan baik, tetapi juga bukan jahat. Listrik itu bukan sesuatu yang penuh cinta kasih, tetapi juga bukan sesuatu yang kejam. Listrik itu bisa membakar rumah, bisa membunuh manusia, tetapi bisa pula menerangi rumah kita, membangkitkan mesin-mesin yang besar. Listrik bukan penuh cinta kasih karena banyak menolong kita, tetapi juga bukan kejam karena menimbulkan bencana. Listrik, uang, materi, kendaraan, tanah, rumah, semua itu netral; bukan baik tetapi juga bukan jelek.
Agama Buddha tidak anti materi, tidak menginginkan Saudara hidup melarat, cukup pakai cawat kulit kayu, makan nasi dengan garam campur air, selesai. Tidak pernah ada ajaran agama Buddha yang demikian. Tetapi yang diminta oleh agama Buddha adalah bagaimana pandangan Saudara dalam memandang uang dan materi itu. Kalau pandangan Saudara dalam memandang uang dan materi itu sama dengan sebelum Saudara menjadi umat Buddha, maka sesungguhnya Saudara bukan umat Buddha.
Karena umat Buddha itu ditandai cara berpikir yang sesuai dengan Dhamma. Umat Buddha tidak ditandai dengan memakai emblim atau simbol atau medalion, tetapi menjadi umat Buddha adalah orang yang siap mengubah cara berpikirnya dalam memandang segala sesuatu. Kalau saudara memandang uang, materi, tanah, mobil, rumah, dan sebaginya itu bukan sebagai kekayaan atau sebagai sarana untuk menyejahterakan keluarga, alat untuk melakukan kebaikan yang lebih banyak dalam kehidupan ini, maka itulah cara berpikir umat Buddha.
Semua orang senang akan kesenangan, kebahagiaan, termasuk saya. Siapakah yang tidak senang akan kesenangan, akan kebahagiaan? Tetapi merupakan selera/keinginan manusia untuk kemudian mengukuhi, menggenggam kesenangan dan kebahagiaan ini menjadi miliknya untuk selama-lamanya. Dan menurut kenyataan, hal itu adalah sesuatu yang sangat tidak mungkin. Beranikah Saudara menghadapi kenyataan seperti itu?
Kalau Saudara sudah siap mengubah cara berpikir Saudara, bahwa memang segala sesuatu di dunia ini adalah tidak kekal, kebahagiaan maupun kepuasan adalah tidak kekal, demikian juga dengan problem, kesulitan, kesedihan, adalah tidak kekal, maka Saudara sudah siap menghadapi dunia ini dengan segala perubahannya. Mereka yang menganggap segala sesuatu di dunia ini kekal abadi adalah orang yang paling kecewa di dunia ini. Mereka yang mengukuhi segala sesuatu yang menyenangkan, adalah orang yang paling tidak bahagia di dunia ini, karena sesungguhnya segala sesuatu itu adalah perubahan.
Mengubah cara berpikir seperti ini amat membantu. Sikap memandang dunia ini atau menanggapi segala sesuatu itu dengan jelas, dengan benar dan sesuai dengan kenyataan adalah sesuatu yang amat membantu. Ini lebih berharga daripada Saudara mempunyai bermacam-macam benda pusaka. Pusaka yang bisa dimasukkan ke dalam pikiran itulah yang paling berharga. Pusaka pengertian yang sesuai dengan kenyataan. Dan untuk itu Saudara yang semula, yang mungkin tidak sesuai dengan kenyataan.
Sekali lagi, memang belajar melihat kenyataan dengan terus terang adalah berat. Pahit! karena tidak sesuai dengan selera atau kehendak kita. Selera kita menginginkan kenikmatan, kesenangan, kebahagiaan yang senantiasa, yang terus-menerus. Sehat terus-menerus, anak-anak baik terus-menerus, istri-suami setia terus-menerus, keuntungan terus-menerus, mungkin hidup pun ingin terus-menerus! Itulah selera kita. Siapakah yang senang mati? Siapakah yang senang sengsara, kecewa, menderita, tertekan?
Selera kita adalah agar kenikmatan, kesenangan, kebahagiaan, kesehatan, kesuksesan, keuntungan itu terus-menerus kita miliki. Tetapi itu adalah tidak mungkin. Amat berat mengalami kenyataan kalau suatu saat semua itu sudah berubah. Tetapi itulah kenyataan. Kalau Saudara berani menghadapi kenyataan, itu luar biasa!
Bagaimana agar menjadi berani? Tidak lain adalah harus siap mengubah cara berpikir sesuai dengan kenyataan. Sekarang jangan lagi menganggap segala sesuatu itu abadi, kekal, termasuk penderitaan, kesulitan, problem, karena semuanya tidak kekal.
Mengapa harus putus asa? mengapa harus patah semangat? Sekarang jangan lagi menganggap bahwa uang atau materi itu hartaku, milikku. Sekarang jangan lagi menganggap bahwa hidup ini adalah untung-untungan, pemberian atau hadiah. Tetapi mulai sekarang harus menganggap hidup ini adalah perjuangan. Hidup ini adalah tidak kekal. Kita harus melihat kenyataan itu, sehingga kita tidak berputar-putar di dalam perubahan yang tidak kita kehendaki. Kita harus menjadi dewasa sehingga kita menjadi bijaksana.
Pada umumnya orang mencari kesenangan, kenikmatan, atau kepuasan dari sekitarnya, dari pekerjaannya, dari teman-temannya, dari lingkungan, dari istri/suaminya, dari anak-anaknya. Apakah semua itu bisa memberikan kenikmatan dan kesenangan untuk selamanya bagi Saudara? Suatu saat usaha Saudara turun, suatu saat Saudara dikhianati oleh teman baik Saudara, suami atau istri Saudara kabur, anak-anak Saudara menjadi nakal. Itu mungkin terjadi! Saya tidak perlu membicarakan keluarga yang sukses karena sudah “no problem”.
Justru yang menjadi tantangan bagi kita adalah bagaimana kalau kita menghadapi persoalan/problem. Karena lingkungan kita, kolega kita, pekerjaan kita, suami-istri, anak-anak kita tidak akan selamanya cocok dengan selera atau kemauan kita. Suatu saat kalau lingkungan tempat kita bergantung ini sudah tidak menyenangkan kita lagi, maka habislah kita. Saudara merasa kebahagiaan Saudara dirampok. “Dia dulu baik, kalau dulu saya sakit dia sering menengok. Saya sudah menganggapnya seperti saudara, kenapa dia sekarang mengkhianati saya?” Hal itu sering terjadi. Mungkin juga suatu saat bisa menimpa Saudara. Anak sendiri, darah dagingnya sendiri menodongnya, bisa terjadi! Suami-istri yang sudah 20 atau 25 tahun menikah, bisa berpisah.
Meskipun Saudara tidak menghadapi problem seperti ini, suatu saat Saudara akan menghadapi problem yang tidak menyenangkan Saudara. Kalau masih satu atau dua problem dan Saudara masih mempunyai kenikmatan di bidang lain, maka tidak ada persoalan. Tetapi kalau problem itu datang bertubi-tubi dan bersamaan, semua tempat Saudara bergantung tidak dapat memuaskan Saudara, habislah kebahagiaan Saudara. Seperti digarong habis-habisan. Mampukah Saudara bertahan? Kalau Saudara mempunyai simpanan di dalam batin, Saudara akan bisa bertahan. “Andaikata lingkungan sudah tidak bisa lagi sesuai dengan selera saya, saya masih mempunyai kesenangan dan kebahagiaan batin”.
Dengan demikian Saudara akan bertahan. Dari manakah kita bisa mendapatkan kebahagiaan batin? Yakni dari pengetahuan mengenai hakikat kehidupan ini sebagaimana adanya, dan melakukan kebaikan. Inilah gunanya melakukan kebaikan. Saya tidak berbicara kalau berbuat baik, akibat kammanya begini-begitu, tetapi kebajikan itu akan menjadi simpanan batin. Tidak terasa seperti Saudara menabung di bank. Mungkin Saudara berkata: “Apa gunanya sih menabung, mengurangi jatah?” Tetapi nanti kalau Saudara tiba pada keadaan yang sangat menyulitkan, Saudara baru dapat merasakannya. Inilah keuntungan orang menabung: berbuat baik.
Maka anjuran saya, permintaan saya, cobalah Saudara menabung. Menabung di dalam batin Saudara. Untuk suatu saat kalau Saudara ditinggal oleh kolega Saudara, dikhianati oleh teman-teman Saudara, ditinggalkan oleh teman-teman saudara, ditinggalkan oleh yang lain, jatuh dalam kesulitan, Saudara mampu tetap bertahan, punya daya tahan yang Saudara bangun sendiri. Tidak ada orang yang bisa menghadiahkan daya tahan, kesabaran, kekuatan, dan lain-lain. Semua itu harus dilatih, ditumbuhkan, dan dikembangkan di dalam diri oleh diri sendiri, sebagai kekayaan pribadi di dalam.
Inilah ajaran agama Buddha. Memang tidak simpel/mudah. Ajaran agama Buddha itu tidak menawarkan dua alternatif: Percaya atau tidak! Kalau itu gampang sekali. “Kalau tidak percaya, Saudara boleh memilih yang lain; kalau percaya OK!” Agama Buddha tidak se-simple itu. Tetapi Saudara dituntun seperti orang buta, lalu diobati, dibimbing pelan-pelan, bagaimana untuk menghadapi kehidupan ini, supaya bisa berdiri di atas kaki sendiri. Sulit memang! Hasil-hasil besar yang ada di dunia ini bukanlah suatu kebetulan. Orang-orang besar yang bisa menemukan penemuan besar spritual atau material di dunia ilmu, itu tidak ada yang kebetulan. Semua itu adalah perjuangan.
Kalau saya ditanya, “Bhante, menjadi umat Buddha bangganya apa?” Apakah karena viharanya yang besar? Karena kebaktiannya yang rapi? Bukan! Saya bangga menjadi umat Buddha karena saya mempunyai wawasan yang luas. Saya tidak sekedar disodorkan: “Ya atau tidak. Percaya atau tidak”. Sama sekali tidak. Tetapi saya disodorkan pengertian. Kalau saya mengerti, saya akan percaya. Bukan dibalik: “Kalau anda percaya, anda akan mengerti”. Tidak demikian. Tetapi kalau anda mengerti, tidak usah diminta, anda akan percaya.
Mempunyai cara berpikir yang benar, sikap memandang kehidupan ini dengan benar, adalah syarat yang pertama menjadi seorang umat Buddha. Memang berat! Tetapi itulah dunia ini sebagaimana adanya.
Sebagai penutup, saya akan mengutip kata-kata dalam kitab suci Dhammapada:
“Attana hi sudantena, natham labhati dullabham”.
Yang artinya:
“Setelah dapat mengendalikan diri sendiri dengan baik, seseorang akan memperoleh perlindungan yang amat sukar dicari”.
Kalau Saudara mau mendidik diri sendiri, Saudara akan mendapat keuntungan yang sukar dicari, dan keuntunngan itu adalah pelindung. Siapa yang bisa melindungi Saudara, yang paling setia, yang tidak berkhianat, yang aman? Yaitu pikiran saudara sendiri yang sudah dilatih. Karena yang mencelakakan Saudara, yang menghancurkan Saudara, juga adalah pikiran Saudara sendiri. Karena itu dengan melatih diri sendiri, akan mendapat keuntungan yang sukar dicari, yaitu pelindung yang setia.
Marilah kita siap menghadapi kenyataan, punyailah modal di dalam batin yang lebih kuat, tegar menghadapi apapun. Karena apapun yang ada atau yang terjadi, adalah tidak kekal.
Dikutip dari Buku Pengabdian Tiada Henti, 20 th Abdi Dhamma Sangha Theravada Indonesia
Oleh: Yang Mulia Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera
Bagaimana menjadi seorang umat Buddha yang baik? Apakah yang pertama yang harus diperhatikan dan dilakukan? Ini merupakan pertanyaan yang sederhana dan sering ditanyakan oleh seseorang yang tertarik kepada agama Buddha.
Menjadi umat Buddha, syarat pertama, bukan harus bisa membaca paritta dalam bahasa Pali yang mungkin sukar untuk dibaca pertama kali. Bukan pula harus mempunyai altar dengan patung Buddha yang indah di rumah. Meskipun sudah tentu, membaca paritta dan mempunyai altar itu adalah suatu hal yang amat membantu dan sangat baik. Menjadi seorang umat Buddha, pertama kali yang harus dilakukan adalah siap dan berani mengubah cara berpikir.
Seorang umat Buddha akan ditandai oleh cara berpikir yang Buddhistis. Cara berpikir Buddhis, cara berpikir Dhamma adalah kita dihadapkan kepada kenyataan yang “telanjang”, yang terus terang, dan kenyataan itu sering tidak cocok dengan selera kita. Namun menghadapi kenyataan dengan apa adanya ini akan membuat kita menjadi dewasa dan bijaksana.
Satu contoh, kalau kita mengidap penyakit, dan kalau kita menjadi seorang umat Buddha harus mau mengakui bahwa diri kita sakit. Dan itu sesuatu yang tidak gampang. Dhamma meminta kita untuk melihat kenyataan hidup dengan apa adanya, dengan terus terang, dengan tanpa tabir. Selera kita adalah ingin sehat, ingin makan seenak kita, misalnya bir, sate kambing, ayam goreng, dan lain-lain, tapi kenyataan menghadapkan kepada kita bahwa kita sakit.
Oleh karena itu, meskipun berat dan pahit, kalau kita mau melihat kenyataan dan siap menerima kenyataan, maka kita akan berpikir secara dewasa, dan sikap kita akan menjadi sikap yang bijaksana. Lain misalnya kalau kita sakit, kemudian kita ingin menutupi kenyataan itu, pura-pura tidak sakit, “jerih” atau takut melihat kenyataan, serta menganggap diri kita tidak sakit, padahal sesungguhnya sedang sakit. Menutupi penyakit adalah sikap kekanak-kanakan; karena itu sikapnya, tindakan atau perbuatannya kemudian tidak akan menjadi bijaksana. Kita menjauhi obat, tidak menjaga diri. Perbuatan dilakukan bila sesuai dengan selera, sehingga perbuatan itu akan menghancurkan diri sendiri.
Inilah manfaat beragama, terutama menjadi umat Buddha yang mengenal Dhamma. Kita ditantang, diminta kesanggupan kita bukan hanya kesanggupan untuk menyumbang kepada vihara.
Bukan! Bukan pula kesanggupan menghapal paritta yang mungkin sulit dibaca. Tetapi kesanggupan mengubah cara berpikir dan kesanggupan untuk berani melihat dengan mata terbuka terhadap kenyataan sebagai mana adanya; sehingga sikap, tindakan, dan perilaku kita menjadi sikap/tindakan/perilaku yang dewasa dan bijaksana.
Saya ingin memberikan sebuah contoh lain. Bila kita sakit demam maka kita tidak boleh makan gorengan dan minum es. Orang tahu akan hal itu. Seandainya orang tua sakit, dia akan mengerti. Karena dia sayang kepada anak-anaknya, dia harus menjaga kesehatannya, orang tua mempunyai tanggung jawab, dan bisa menahan diri, karena dia dewasa. Tetapi kalau anak-anak, mungkin sulit untuk tidak makan gorengan atau minum es. Apa sebab? Sebab dia masih anak-anak, tidak bisa berpikir panjang. Demikan juga dengan kita. Kalau cara berpikir kita masih seperti itu, meskipun usia kita sudah lanjut, maka cara berpikir kita tetap seperti anak-anak.
Pada suatu perayaan, saya menjelaskan tentang materi, tentang uang, tentang hasil dari pekerjaan kita. Agama Buddha tidak menganggap uang , materi, kendaraan, tanah atau rumah itu sebagai jelek, sebagai kotor, sebagai dosa. Tidak sama sekali! karena materi atau uang itu adalah netral. Sama seperti pisau, pisau itu bukan baik, tetapi juga bukan jahat. Listrik itu bukan sesuatu yang penuh cinta kasih, tetapi juga bukan sesuatu yang kejam. Listrik itu bisa membakar rumah, bisa membunuh manusia, tetapi bisa pula menerangi rumah kita, membangkitkan mesin-mesin yang besar. Listrik bukan penuh cinta kasih karena banyak menolong kita, tetapi juga bukan kejam karena menimbulkan bencana. Listrik, uang, materi, kendaraan, tanah, rumah, semua itu netral; bukan baik tetapi juga bukan jelek.
Agama Buddha tidak anti materi, tidak menginginkan Saudara hidup melarat, cukup pakai cawat kulit kayu, makan nasi dengan garam campur air, selesai. Tidak pernah ada ajaran agama Buddha yang demikian. Tetapi yang diminta oleh agama Buddha adalah bagaimana pandangan Saudara dalam memandang uang dan materi itu. Kalau pandangan Saudara dalam memandang uang dan materi itu sama dengan sebelum Saudara menjadi umat Buddha, maka sesungguhnya Saudara bukan umat Buddha.
Karena umat Buddha itu ditandai cara berpikir yang sesuai dengan Dhamma. Umat Buddha tidak ditandai dengan memakai emblim atau simbol atau medalion, tetapi menjadi umat Buddha adalah orang yang siap mengubah cara berpikirnya dalam memandang segala sesuatu. Kalau saudara memandang uang, materi, tanah, mobil, rumah, dan sebaginya itu bukan sebagai kekayaan atau sebagai sarana untuk menyejahterakan keluarga, alat untuk melakukan kebaikan yang lebih banyak dalam kehidupan ini, maka itulah cara berpikir umat Buddha.
Semua orang senang akan kesenangan, kebahagiaan, termasuk saya. Siapakah yang tidak senang akan kesenangan, akan kebahagiaan? Tetapi merupakan selera/keinginan manusia untuk kemudian mengukuhi, menggenggam kesenangan dan kebahagiaan ini menjadi miliknya untuk selama-lamanya. Dan menurut kenyataan, hal itu adalah sesuatu yang sangat tidak mungkin. Beranikah Saudara menghadapi kenyataan seperti itu?
Kalau Saudara sudah siap mengubah cara berpikir Saudara, bahwa memang segala sesuatu di dunia ini adalah tidak kekal, kebahagiaan maupun kepuasan adalah tidak kekal, demikian juga dengan problem, kesulitan, kesedihan, adalah tidak kekal, maka Saudara sudah siap menghadapi dunia ini dengan segala perubahannya. Mereka yang menganggap segala sesuatu di dunia ini kekal abadi adalah orang yang paling kecewa di dunia ini. Mereka yang mengukuhi segala sesuatu yang menyenangkan, adalah orang yang paling tidak bahagia di dunia ini, karena sesungguhnya segala sesuatu itu adalah perubahan.
Mengubah cara berpikir seperti ini amat membantu. Sikap memandang dunia ini atau menanggapi segala sesuatu itu dengan jelas, dengan benar dan sesuai dengan kenyataan adalah sesuatu yang amat membantu. Ini lebih berharga daripada Saudara mempunyai bermacam-macam benda pusaka. Pusaka yang bisa dimasukkan ke dalam pikiran itulah yang paling berharga. Pusaka pengertian yang sesuai dengan kenyataan. Dan untuk itu Saudara yang semula, yang mungkin tidak sesuai dengan kenyataan.
Sekali lagi, memang belajar melihat kenyataan dengan terus terang adalah berat. Pahit! karena tidak sesuai dengan selera atau kehendak kita. Selera kita menginginkan kenikmatan, kesenangan, kebahagiaan yang senantiasa, yang terus-menerus. Sehat terus-menerus, anak-anak baik terus-menerus, istri-suami setia terus-menerus, keuntungan terus-menerus, mungkin hidup pun ingin terus-menerus! Itulah selera kita. Siapakah yang senang mati? Siapakah yang senang sengsara, kecewa, menderita, tertekan?
Selera kita adalah agar kenikmatan, kesenangan, kebahagiaan, kesehatan, kesuksesan, keuntungan itu terus-menerus kita miliki. Tetapi itu adalah tidak mungkin. Amat berat mengalami kenyataan kalau suatu saat semua itu sudah berubah. Tetapi itulah kenyataan. Kalau Saudara berani menghadapi kenyataan, itu luar biasa!
Bagaimana agar menjadi berani? Tidak lain adalah harus siap mengubah cara berpikir sesuai dengan kenyataan. Sekarang jangan lagi menganggap segala sesuatu itu abadi, kekal, termasuk penderitaan, kesulitan, problem, karena semuanya tidak kekal.
Mengapa harus putus asa? mengapa harus patah semangat? Sekarang jangan lagi menganggap bahwa uang atau materi itu hartaku, milikku. Sekarang jangan lagi menganggap bahwa hidup ini adalah untung-untungan, pemberian atau hadiah. Tetapi mulai sekarang harus menganggap hidup ini adalah perjuangan. Hidup ini adalah tidak kekal. Kita harus melihat kenyataan itu, sehingga kita tidak berputar-putar di dalam perubahan yang tidak kita kehendaki. Kita harus menjadi dewasa sehingga kita menjadi bijaksana.
Pada umumnya orang mencari kesenangan, kenikmatan, atau kepuasan dari sekitarnya, dari pekerjaannya, dari teman-temannya, dari lingkungan, dari istri/suaminya, dari anak-anaknya. Apakah semua itu bisa memberikan kenikmatan dan kesenangan untuk selamanya bagi Saudara? Suatu saat usaha Saudara turun, suatu saat Saudara dikhianati oleh teman baik Saudara, suami atau istri Saudara kabur, anak-anak Saudara menjadi nakal. Itu mungkin terjadi! Saya tidak perlu membicarakan keluarga yang sukses karena sudah “no problem”.
Justru yang menjadi tantangan bagi kita adalah bagaimana kalau kita menghadapi persoalan/problem. Karena lingkungan kita, kolega kita, pekerjaan kita, suami-istri, anak-anak kita tidak akan selamanya cocok dengan selera atau kemauan kita. Suatu saat kalau lingkungan tempat kita bergantung ini sudah tidak menyenangkan kita lagi, maka habislah kita. Saudara merasa kebahagiaan Saudara dirampok. “Dia dulu baik, kalau dulu saya sakit dia sering menengok. Saya sudah menganggapnya seperti saudara, kenapa dia sekarang mengkhianati saya?” Hal itu sering terjadi. Mungkin juga suatu saat bisa menimpa Saudara. Anak sendiri, darah dagingnya sendiri menodongnya, bisa terjadi! Suami-istri yang sudah 20 atau 25 tahun menikah, bisa berpisah.
Meskipun Saudara tidak menghadapi problem seperti ini, suatu saat Saudara akan menghadapi problem yang tidak menyenangkan Saudara. Kalau masih satu atau dua problem dan Saudara masih mempunyai kenikmatan di bidang lain, maka tidak ada persoalan. Tetapi kalau problem itu datang bertubi-tubi dan bersamaan, semua tempat Saudara bergantung tidak dapat memuaskan Saudara, habislah kebahagiaan Saudara. Seperti digarong habis-habisan. Mampukah Saudara bertahan? Kalau Saudara mempunyai simpanan di dalam batin, Saudara akan bisa bertahan. “Andaikata lingkungan sudah tidak bisa lagi sesuai dengan selera saya, saya masih mempunyai kesenangan dan kebahagiaan batin”.
Dengan demikian Saudara akan bertahan. Dari manakah kita bisa mendapatkan kebahagiaan batin? Yakni dari pengetahuan mengenai hakikat kehidupan ini sebagaimana adanya, dan melakukan kebaikan. Inilah gunanya melakukan kebaikan. Saya tidak berbicara kalau berbuat baik, akibat kammanya begini-begitu, tetapi kebajikan itu akan menjadi simpanan batin. Tidak terasa seperti Saudara menabung di bank. Mungkin Saudara berkata: “Apa gunanya sih menabung, mengurangi jatah?” Tetapi nanti kalau Saudara tiba pada keadaan yang sangat menyulitkan, Saudara baru dapat merasakannya. Inilah keuntungan orang menabung: berbuat baik.
Maka anjuran saya, permintaan saya, cobalah Saudara menabung. Menabung di dalam batin Saudara. Untuk suatu saat kalau Saudara ditinggal oleh kolega Saudara, dikhianati oleh teman-teman Saudara, ditinggalkan oleh teman-teman saudara, ditinggalkan oleh yang lain, jatuh dalam kesulitan, Saudara mampu tetap bertahan, punya daya tahan yang Saudara bangun sendiri. Tidak ada orang yang bisa menghadiahkan daya tahan, kesabaran, kekuatan, dan lain-lain. Semua itu harus dilatih, ditumbuhkan, dan dikembangkan di dalam diri oleh diri sendiri, sebagai kekayaan pribadi di dalam.
Inilah ajaran agama Buddha. Memang tidak simpel/mudah. Ajaran agama Buddha itu tidak menawarkan dua alternatif: Percaya atau tidak! Kalau itu gampang sekali. “Kalau tidak percaya, Saudara boleh memilih yang lain; kalau percaya OK!” Agama Buddha tidak se-simple itu. Tetapi Saudara dituntun seperti orang buta, lalu diobati, dibimbing pelan-pelan, bagaimana untuk menghadapi kehidupan ini, supaya bisa berdiri di atas kaki sendiri. Sulit memang! Hasil-hasil besar yang ada di dunia ini bukanlah suatu kebetulan. Orang-orang besar yang bisa menemukan penemuan besar spritual atau material di dunia ilmu, itu tidak ada yang kebetulan. Semua itu adalah perjuangan.
Kalau saya ditanya, “Bhante, menjadi umat Buddha bangganya apa?” Apakah karena viharanya yang besar? Karena kebaktiannya yang rapi? Bukan! Saya bangga menjadi umat Buddha karena saya mempunyai wawasan yang luas. Saya tidak sekedar disodorkan: “Ya atau tidak. Percaya atau tidak”. Sama sekali tidak. Tetapi saya disodorkan pengertian. Kalau saya mengerti, saya akan percaya. Bukan dibalik: “Kalau anda percaya, anda akan mengerti”. Tidak demikian. Tetapi kalau anda mengerti, tidak usah diminta, anda akan percaya.
Mempunyai cara berpikir yang benar, sikap memandang kehidupan ini dengan benar, adalah syarat yang pertama menjadi seorang umat Buddha. Memang berat! Tetapi itulah dunia ini sebagaimana adanya.
Sebagai penutup, saya akan mengutip kata-kata dalam kitab suci Dhammapada:
“Attana hi sudantena, natham labhati dullabham”.
Yang artinya:
“Setelah dapat mengendalikan diri sendiri dengan baik, seseorang akan memperoleh perlindungan yang amat sukar dicari”.
Kalau Saudara mau mendidik diri sendiri, Saudara akan mendapat keuntungan yang sukar dicari, dan keuntunngan itu adalah pelindung. Siapa yang bisa melindungi Saudara, yang paling setia, yang tidak berkhianat, yang aman? Yaitu pikiran saudara sendiri yang sudah dilatih. Karena yang mencelakakan Saudara, yang menghancurkan Saudara, juga adalah pikiran Saudara sendiri. Karena itu dengan melatih diri sendiri, akan mendapat keuntungan yang sukar dicari, yaitu pelindung yang setia.
Marilah kita siap menghadapi kenyataan, punyailah modal di dalam batin yang lebih kuat, tegar menghadapi apapun. Karena apapun yang ada atau yang terjadi, adalah tidak kekal.
Dikutip dari Buku Pengabdian Tiada Henti, 20 th Abdi Dhamma Sangha Theravada Indonesia
PEMUTARAN RODA DHARMA - ASADHA
PEMUTARAN RODA DHARMA - ASADHA
Hari raya Asadha, diperingati 2 bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati 3 peristiwa penting :
1. Buddha membabarkan Dharma pertama kalinya kepada 5 teman seperjuangan pertapa (Panca Vagiya) di Taman Rusa Isipatana, Sarnath dekat Benares pada tahun 588 S.M.
2. Buddha bersama Panca Vagiya membentuk Ariya Sangha untuk pertama kalinya.
3. Melengkapi Tiratana/Triratna dengan terbentuknya Sangha ( Buddha, Dhamma, dan Sangha ).
BAGAIMANA TERJADINYA ASADHA?
Buddha menimbang, manusia sangat senang kenikmatan dan menjauhi kesengsaraan, tentu sulit memahami dharma yang telah diperoleh-Nya. Brahma Sahampati, penguasa dunia muncul sambil merangkap kedua tangannya memohon Buddha agar mengajakan dharma dan berkata “Ada mahluk-mahluk dengan sedikit debut pada matanya yang akan tertolong dengan mempelajari dharma, menyadarkan mereka yang selama ini menganut ajaran keliru.”
Terdorong oleh kasih sayang, Buddha mengamati dunia melihat pelbagai tingkatan pembawaan dan kemampuan para mahluk, lalu berkata “Terbukalah pintu menuju kekekalan, hendaknya mereka yang dapat mendengar, menjawabnya dengan keyakinan” (Vin.I, 4-7).
MEMILIH MURID
Bhagawa merencanakan mengajar dan mempertimbangkan prioritas agar orang yang dibimbingNya berhasil mencapai kesempurnaan dalam waktu singkat. Calon yang cocok adalah Alara Kalama dan Uddaka (mantan guru Buddha), namun mereka telah meninggal. Kemudian Bhagawa memilih kelima pertapa teman-Nya dulu di Taman Rusa Isipatana.
PERISTIWA DI TAMAN RUSA ISIPATANA
Kelima teman seperjuangan pertapa pada mulanya tidak percaya kalau Bhagawa telah mencapai penerangan sempurna. Setelah mendengar hal-hal baru yang tidak pernah mereka ketahui sebelumnya, mereka mau menerima petunjuk dari Bhagawa. Khotbah yang pertama inilah dinamakan Pemutaran Roda Dharma (Dhammacakkappavattana-sutta).
Bhagawa memberikan khotbahnya dengan :
1. memberi petunjuk agar menghindari hal yang ekstrem seperti memanjakan diri, mengumbar nafsu dan menyiksa diri.
2. menggunakan jalan tengah (Majjhima-patipada) yakni memperhatikan keseimbangan yang memberi ketenteraman dan menghasilkan pandangan terang.
3. memahami Empat Kebenaran Mulia : memahami duka, asal mula duka, lenyapnya duka dan jalan melenyapkan duka.
4. memahami prinsip jalan tengah yang disebut juga Jalan Mulia Berunsur Delapan.
BAGAIMANA TERBENTUKNYA SANGGHA MONASTIK (Vin. I, 8-14) ?
Kondanna yang pertama kali berhasil menjadi Sotapanna, mendapat julukan Annata-Kondanna, yang artinya telah mengerti dharma, kemudian memohon kepada Bhagawa untuk ditahbiskan menjadi bhikkhu. Berturut-turut, Vappa dan Bhaddiya menyusul Mahanama dan Assaji setelah mempelajari khotbah dharma berikutnya, mereka berhasil mencapai Arahat.
Selanjutnya, bersama dengan Panca Vagiya Bhikkhu tersebut, Buddha membentuk Sanggha Monastik atau Ariya Sangha Bhikkhu (Persaudaraan Para Bhikkhu Suci) yang pertama tahun 588 Sebelum Masehi.
"Selamat Hari Asadha "
Semoga roda Dharma selalu berputar untuk memberikan kedamaian bagi semua makhluk.
Hari raya Asadha, diperingati 2 bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati 3 peristiwa penting :
1. Buddha membabarkan Dharma pertama kalinya kepada 5 teman seperjuangan pertapa (Panca Vagiya) di Taman Rusa Isipatana, Sarnath dekat Benares pada tahun 588 S.M.
2. Buddha bersama Panca Vagiya membentuk Ariya Sangha untuk pertama kalinya.
3. Melengkapi Tiratana/Triratna dengan terbentuknya Sangha ( Buddha, Dhamma, dan Sangha ).
BAGAIMANA TERJADINYA ASADHA?
Buddha menimbang, manusia sangat senang kenikmatan dan menjauhi kesengsaraan, tentu sulit memahami dharma yang telah diperoleh-Nya. Brahma Sahampati, penguasa dunia muncul sambil merangkap kedua tangannya memohon Buddha agar mengajakan dharma dan berkata “Ada mahluk-mahluk dengan sedikit debut pada matanya yang akan tertolong dengan mempelajari dharma, menyadarkan mereka yang selama ini menganut ajaran keliru.”
Terdorong oleh kasih sayang, Buddha mengamati dunia melihat pelbagai tingkatan pembawaan dan kemampuan para mahluk, lalu berkata “Terbukalah pintu menuju kekekalan, hendaknya mereka yang dapat mendengar, menjawabnya dengan keyakinan” (Vin.I, 4-7).
MEMILIH MURID
Bhagawa merencanakan mengajar dan mempertimbangkan prioritas agar orang yang dibimbingNya berhasil mencapai kesempurnaan dalam waktu singkat. Calon yang cocok adalah Alara Kalama dan Uddaka (mantan guru Buddha), namun mereka telah meninggal. Kemudian Bhagawa memilih kelima pertapa teman-Nya dulu di Taman Rusa Isipatana.
PERISTIWA DI TAMAN RUSA ISIPATANA
Kelima teman seperjuangan pertapa pada mulanya tidak percaya kalau Bhagawa telah mencapai penerangan sempurna. Setelah mendengar hal-hal baru yang tidak pernah mereka ketahui sebelumnya, mereka mau menerima petunjuk dari Bhagawa. Khotbah yang pertama inilah dinamakan Pemutaran Roda Dharma (Dhammacakkappavattana-sutta).
Bhagawa memberikan khotbahnya dengan :
1. memberi petunjuk agar menghindari hal yang ekstrem seperti memanjakan diri, mengumbar nafsu dan menyiksa diri.
2. menggunakan jalan tengah (Majjhima-patipada) yakni memperhatikan keseimbangan yang memberi ketenteraman dan menghasilkan pandangan terang.
3. memahami Empat Kebenaran Mulia : memahami duka, asal mula duka, lenyapnya duka dan jalan melenyapkan duka.
4. memahami prinsip jalan tengah yang disebut juga Jalan Mulia Berunsur Delapan.
BAGAIMANA TERBENTUKNYA SANGGHA MONASTIK (Vin. I, 8-14) ?
Kondanna yang pertama kali berhasil menjadi Sotapanna, mendapat julukan Annata-Kondanna, yang artinya telah mengerti dharma, kemudian memohon kepada Bhagawa untuk ditahbiskan menjadi bhikkhu. Berturut-turut, Vappa dan Bhaddiya menyusul Mahanama dan Assaji setelah mempelajari khotbah dharma berikutnya, mereka berhasil mencapai Arahat.
Selanjutnya, bersama dengan Panca Vagiya Bhikkhu tersebut, Buddha membentuk Sanggha Monastik atau Ariya Sangha Bhikkhu (Persaudaraan Para Bhikkhu Suci) yang pertama tahun 588 Sebelum Masehi.
"Selamat Hari Asadha "
Semoga roda Dharma selalu berputar untuk memberikan kedamaian bagi semua makhluk.
Selasa, 30 Oktober 2018
Download Soal Agama Buddha kelas 7 Semester Gasal
Download Soal Agama Buddha kelas 7 Semester Gasal klik Download
Minggu, 12 Agustus 2018
Wejangan kehidupan Buddha Gotama 1
Jangan sekadar mengikuti tradisi lisan,
silsilah ajaran , desas-desus, himpunan kitab suci,
penalaran akal, penyimpulan, perenungan, menerima pandangan setelah merenunginya,
karena pembicaranya terlihat hebat,atau karena kalian berpikir :
"Petapa ini guru kami."
namun ketika kalian mengetahui sendiri bahwa hal -hal ini tidak piawai ;
hal-hal ini salah; hal-hal ini tidak piawai; hal-hal ini salah; hal-hal ini dicela oleh para bijak;
hal-hal ini , jika diterima dan dianut, membawa pada bahaya dan derita;
maka kalian seharunya meninggalkan itu.
Anguttara Nikaya 3.65
Renungan pagi
kehidupan seperti deretan tuts piano ;
KEBAHAGIAN putih
KESEDIHAN hitam
Tetapi di tangan TUHAN.
putih atau hitam telah dirancang menjadi alunan melodi yang INDAH.
jadi, jika hidup mu memang hari ini susah belum tentu susah selamanya
asalkan kamu, menunjukkan tekad hati untuk merubah dirimu menjalani kehidupan penuh kasih dan melaksanakan perbuatan kasih, maka nasih pun akan berubah baik.
saat kamu susah ataupun bahagia hadapi dengan hati yang tenang ( upekkha ), dengan syarat kamu telah memahami segala sesuatu yang ada di dunia tidaklah kekal abadi ( anicca ).
semoga hidup kita semakin baik
penuh dengan berkah
terima kasih
salam kasih
Minggu, 03 Juni 2018
Sukarelawan Bazaar kuliner Internasional 27 Mei 2018 Siswa/wi SMPS Maitreyawira Batam Membantu dengan hati yang iklas penuh kebahagiaan
Terima kasih kepada Sukarelawan
Siswa/wi SMPS Maitreyawira
Sukarelawan Bazaar kuliner Vegetarian Internasional 27 Mei 2018
Siswa/wi SMPS Maitreyawira Batam
Membantu dengan hati
yang iklas penuh kebahagiaan
Mereka anak - anak yang luar biasa pukul 6.30 mereka sudah kumpul dan sarapan pagi.
Siswa/wi membantu menjaga stand minuman dan menjual minuman
Siswa/wi sedang mempersiapkan diri di stand Hidroponik
Siswa/wi sedang melayani pembeli di stand Prakarya
Siswa/wi sedang melayani pembeli di stand Prakarya
Siswa/wi sedang mengambil piring rotan , memisahkan sendok dan mengumpulkan mangkuk, lalu mereka akan membawanya ke dapur.
Siswa/wi sedang membelah dan mengupas buah jambu
Siswa/wi sedang mempersiapkan diri di stand batagor
Siswa/wi sedang mempersiapkan diri di stand batagor
Tahu kan siapa dia ? :)
Elin sedang membantu
Siswa/wi distand minuman sedang melayani pembeli
Siswa/wi sedang mencuci piring dan mengelap piring didapur
Siswa/wi sedang mencuci piring dan mengelap piring didapur
Siswa/wi stand prakarya sedang melayani konsumen
Siswa/wi stand hidroponik sedang melayani konsumen
Siswa/wi stand prakarya sedang melayani konsumen
Ramai :)
Siswa/wi sedang menggosok dan membersihkan kentang
Buku Kumpulan Artikel Belajar Dari Alam
Ayo klik Download Buku Kumpulan Artikel Belajar Dari Alam
karya Siswa/wi SMPS Maitreyawira Batam Angkatan 10 Tapel 2017-2018
Rabu, 16 Mei 2018
Download lagu & Lyric lagu INLA
Download lagu & Lyric lagu INLA
klik Download Lyric ALAM ADALAH KELUARGAKU
klik Download Lagu ALAM ADALAH KELUARGAKUklik Download Lyric SATU KELUARGA
klik Download Lagu SATU KELUARGA
klik Download Lyric LANGIT BIRU
klik Download Lagu LANGIT BIRU
klik Download Lyric Sinar Lembayung
klik Download Lagu Sinar Lembayung
klik Download Lyric Dunia Satu Keluarga
klik Download Lagu Dunia Satu Keluarga
klik Download lyric kabut Gunung
klik Download Lagu Kabut Gunung
klik Download Lyric Hidup Bahagia Tiada Tara
klik Download lagu Hidup Bahagia Tiada Tara
klik Download Lyric Hidup Nan Semarak
klik Download lagu Hidup Nan Semarak
Rabu, 02 Mei 2018
Grand Opening Peresmian Gedung Baru SMP MAITREYAWIRA BATAM
*GRAND OPENING*
*05 Mei 2018*
PERESMIAN GEDUNG BARU
SMP MAITREYAWIRA BATAM
Oleh Wali Kota Batam - Bpk. H. Muhammad Rudi, S.E., M.M.
Kami mengundang dengan hormat Bapak/Ibu/Saudara/i mengikuti acara pada :
*Hari/Tanggal : Sabtu, 05 Mei 2018*
*Pukul : 12.45 wib - selesai*
*Tempat : gedung baru SMP Maitreyawira*
*Dress code : Batik/bebas, rapi, sopan*
Kehadiran Bapak/Ibu/Saudara/i akan menjadi suatu kehormatan, kebanggaan dan semangat bagi kami semua.
Kami yg mengundang:
Pdt. Taslim
Pdt. Wirya Candra
Pdt. Liyas Masri
Dokumentasi Festival INLA SMP MAITREYAWIRA BATAM 26 April 2018
Banner Kegiatan INLA
Susunan Acara Festival INLA
Pembukaan acara Oleh Bu Setiawati dengan menyanyikan lagu INLA |
Selanjutnya Penampilan dari Tim Cao Lang |
Selanjutnya Penampilan dari Tim Cao Lang |
Penampilan anak-anak kelas VIII D
Penampilan anak-anak kelas VII C |
Kata Sambutan dari Bapak Pandita Paristrong |
Penampilan anak-anak kelas VIII B |
Penampilan anak-anak kelas VII G |
Penampilan Grazlyn menyanyikan Tembang lagu INLA |
Penampilan anak-anak kelas VII A Setelah itu Istrirahat Lanjut Acara setelah istirahat Penampilan anak-anak kelas VIII F |
Penampilan anak-anak kelas VII D |
Penampilan Tim Cao Lang kelas IX Menari Bersama |
Menari Bersama |
Menari Bersama |
Penampilan Ekskul INLA |
Penampilan anak-anak kelas VIII C |
Acara selanjutnya menyanyikan sebuah lagu INLAoleh anak kelas VII dengan suara yang merdu dan menyentuh hati kita. |
Penampilan anak - anak kelas VII F |
Penampilan anak - anak kelas VIIIE |
Penampilan anak - anak kelas VII E |
Penampilan anak - anak kelas VIII G |
Penampilan anak - anak kelas VIII A |
Langganan:
Postingan (Atom)
Pancadhamma
lima kewajiban kita
1. Menyayangi semua bentuk kehidupan ( Metta-karuna )
2. Suka berdana atau bersedekah
3. Berpuas hati
4. Berbicara Jujur
5. Menjaga penyadaran dengan tidak mencoba narkoba dan miras