Informasi SMW Batam

Minggu, 22 April 2018

Download Buku Paket Pelajaran Agama Buddha SD Revisi 2017



silakan klik Download untuk Buku Siswa kelas 5 Revisi 2017

silakan klik Download untuk Buku Guru Kelas 5 Revisi 2017

Silakan klik Download untuk Buku Siswa kelas 2 Revisi 2017

Silakan klik Download untuk Buku Guru Kelas 2 Revisi 2017


Minggu, 15 April 2018

Kesan-kesan Michelle kepada Sang Buddha Gautama - Dalam Rangka Memperingati Tri Suci Waisak


Kesan - kesan kepada Sang Buddha Gotama dalam Rangka Menyambut Tri Suci Waisak




Mother Teresa Pernah bercerita, demikian....


*Mother Teresa* Pernah bercerita, demikian....

Ketika saya memungut seseorang yang lapar dari jalan, saya beri dia   sepiring nasi, sepotong roti. Ternyata seseorang yang hatinya tertutup, yang merasa tidak dibutuhkan, tidak dikasihi, dalam ketakutan, dan merasa telah dibuang dari masyarakat - *kemiskinan spiritual seperti itu sulit untuk diatasi*.

Pada suatu petang kami pergi keluar, dan memungut empat orang dari jalan dan salah satu dari mereka dalam kondisi yang sangat buruk. Saya memberitahu para suster, “Kalian merawat yang tiga, saya akan merawat orang itu yang kelihatan paling buruk.”
Maka saya melakukan untuk dia segala sesuatu yang dapat dilakukan, dengan kasih tentunya. Saya taruh dia di tempat tidur dan ia memegang tangan saya sementara ia hanya mengatakan satu kata, *"Terima kasih"*, lalu ia meninggal.

Saya tidak bisa tidak, harus memeriksa hati nurani saya sendiri.  Dan saya bertanya, "Apa yang akan saya katakan, seandainya saya menjadi dia?” dan jawaban saya sederhana sekali.

Saya mungkin berusaha mencari sedikit perhatian _untuk diriku sendiri_. Mungkin saya berkata, ”Saya lapar, saya hampir mati, saya kedinginan, saya kesakitan, atau lainnya.”

Tetapi ia memberi saya jauh lebih banyak, ia memberi saya *ucapan syukur* atas dasar kasih. Dan ia meninggal dengan senyum di wajahnya. Ada seorang laki-laki yang kami pungut dari selokan, sebagian badannya sudah dimakan ulat, dan setelah kami bawa dia ke rumah perawatan ia hanya berkata, “Saya telah hidup seperti hewan di jalan, tetapi saya akan mati seperti malaikat, *dikasihi dan dipedulikan*.”

Lalu, setelah kami selesai membuang semua ulat dari tubuhnya, yang ia katakan dengan senyum ialah,” Ibu, saya akan pulang kepada Tuhan,” lalu ia meninggal.

Begitu indah melihat orang yang dengan *jiwa besar* tidak mempersalahkan siapapun, tidak membandingkan dirinya dengan orang lain. Seperti malaikat, inilah jiwa yang besar dari orang-orang yang *kaya secara rohani* Walaupun miskin secara materi.

* Hidup adalah _kesempatan_, gunakan itu.
* Hidup adalah _keindahan_, kagumi itu.
* Hidup adalah _mimpi_, wujudkan itu.
* Hidup adalah _tantangan_, hadapi itu.
* Hidup adalah _kewajiban_, penuhi itu.
* Hidup adalah _mahal_, jaga itu.
* Hidup adalah _kekayaan_, simpan itu.
* Hidup adalah _kasih_, nikmati itu.
* Hidup adalah _janji_, genapi itu.
* Hidup adalah _kesusahan_, atasi itu.
* Hidup adalah _nyanyian_,  nyanyikan itu.
* Hidup adalah _perjuangan_, tunaikanlah itu
* Hidup adalah _tragedi_, hadapi itu.
* Hidup adalah _petualangan_,  lewati itu.
* Hidup adalah _keberuntungan_,  syukurilah itu.
* Hidup adalah _terlalu berharga_, jangan rusakkan itu.

*We can do no great things, only small things with great love.*

(Bila tidak dapat melakukan hal yang besar, lakukanlah hal-hal kecil dengan cinta yang besar)

*Mother Teresa*


*Kisah Kala, Putra Anathapindika*

*Kisah Kala, Putra Anathapindika*

Kala, putra Anathapindika, selalu menghindar ketika Sang Buddha dan para bhikkhu rombonganNya datang berkunjung ke rumahnya.

Anathapindika khawatir jika putranya tetap bersikap seperti itu, ia akan terlahir kembali di salah satu alam yang rendah (apaya). Ia membujuk putranya dengan menjanjikan sejumlah uang. Anathapindika berjanji untuk memberikan sejumlah uang jika putranya berkenan pergi ke vihara dan berdiam di sana selama sehari pada saat hari uposatha. Putranya pergi ke vihara dan pulang kembali pada esok harinya, tanpa mendengarkan khotbah-khotbah. Ayahnya memberikan nasi kepadanya, tetapi daripada mengambil makanannya, ia terlebih dahulu menuntut untuk diberi uang.

Pada hari berikutnya, sang ayah berkata pada putranya, “Putraku, jika kamu mempelajari sebait syair dari Sang Buddha, saya akan memberimu sejumlah uang yang lebih banyak pada saat kau kembali.” Kemudian Kala pergi ke vihara, dan mengatakan kepada Sang Buddha bahwa ia ingin mempelajari sesuatu. Sang Buddha memberikannya sebuah syair pendek untuk dihafal luar kepala; dalam waktu yang singkat Beliau merasa bahwa si pemuda tidak mudah mengingatnya. Jadi, si pemuda harus mengulangi satu syair berulang kali. Karena ia harus mengulanginya berulang kali, pada akhirnya ia mengerti penuh tentang Dhamma dan mencapai tingkat kesucian sotapatti.

Pagi-pagi sekali pada hari berikutnya, ia mengikuti Sang Buddha dan para bhikkhu menuju ke rumah orang tuanya. Tetapi pada hari itu, ia dengan diam-diam berharap, “Saya berharap ayahku tidak akan memberikan kepadaku sejumlah besar uang pada saat kehadiran Sang Buddha nanti. Saya tidak berharap Sang Buddha mengetahui bahwa saya berdiam di vihara hanya demi uang.”

Ayahnya memberikan dana makanan kepada Sang Buddha dan para bhikkhu, dan juga kepadanya. Kemudian, ayahnya membawa sejumlah besar uang, dan menyuruh Kala untuk mengambil uang tersebut. Dengan terkejut Kala menolak. Ayahnya memaksa Kala untuk menerima uang itu, tetapi Kala tetap menolak. Kemudian, Anathapindika berkata kepada Sang Buddha, “Bhante, putra saya benar-benar berubah; sekarang ia berkelakuan sangat menyenangkan.” Kemudian ia menceritakan kepada Sang Buddha bagaimana ia membujuk putranya dengan uang agar putranya berkenan pergi ke vihara dan berdiam di sana pada saat hari uposatha, serta untuk mepelajari beberapa syair Dhamma.

Sang Buddha menjawab, “Anathapindika! Hari ini, putramu telah mencapai tingkat kesucian sotapatti, yang lebih baik daripada kekayaan kerajaan duniawi atau alam para dewa maupun alam para brahma.”

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 178 berikut:

*Ada yang lebih baik*
*daripada kekuasaan* *mutlak atas bumi,*
*daripada pergi ke surga,*
*atau daripada* *memerintah seluruh dunia,*
*yakni hasil kemuliaan dari seorang suci*
*yang telah* *memenangkan arus* *_(sotapati phala)_*

Renungan Kasih


RENUNGAN KASIH

KASIH DIDALAM SEBAIT DOA

Kasih itu indah, kasih itu berharga, kasih itu hening, kasih itu luar biasa.
Bahkan didalam keheningan pun kita dapat memancarkan kasih kepada sesama, lewat sebait doa yang tulus dan bermakna.

Ketika kita merasa simpati dan prihatin atas nasib mereka yang malang dan sedang ditimpa bencana, meski dari kejauhan, kita juga mampu memancarkan kasih kepada mereka lewat sepotong doa yang dipanjatkan dengan tulus kehadapan Tuhan.

Meski kita tak mampu berbuat apa-apa untuk ikut meringankan beban penderitaan mereka yang sedang mengalami musibah, tetapi sebait doa yang tulus dan penuh kasih adalah hadiah yang paling bernilai untuk dipersembahkan.

Ada kasih didalam doa yang kita panjatkan, maka kita telah memancarkan kasih kepada sesama meski hanya lewat sebait doa yang sederhana dan tulus. Tidak peduli dimanapun kita bisa senantiasa memancarkan kasih kepada sesama dengan mendoakan mereka.

Berdoa untuk dunia, berdoa untuk kebahagiaan semua makhluk ciptaan Tuhan. Berdoa untuk seluruh umat manusia dimanapun tanpa membeda-bedakan ras, suku, warna kulit dan sebagainya. Berdoa untuk keselamatan semua. Berdoa untuk kebahagiaan semua.

Kita mendoakan sesama maka kita justru sedang memancarkan kasih kepada sesama, inilah wujud nyata kasih yang paling tulus, ketika kita bisa memancarkan kasih didalam keheningan, lewat sebait doa yang tulus dan indah.





Menghancurkan Ke-Aku-an

 Tahukah Anda?

Ada sebuah contoh mengenai 'Menghancurkan Ke-Aku-an'.

Ada seorang psikiater menjadi bhiksu, gurunya adalah Lama Zopa Rinpoche. Ia adalah ditugaskan di suatu daerah. Daerah ini sulit sekali. Mulai dari dimusuhi, tidak di-welcome, dia menjalin hubungan, menunjukkan simpati, ketulusan, sampai masyarakat di sana menerima bhiksu ini. Setelah selang beberapa lama, tidak singkat, beberapa tahun, dia menulis otobiografinya, dia berhasil membangun sebuah vihara. Aduh, alangkah puasnya. Prestasi yang sangat besar, Saudara. Bayangkan, orang yang awalnya dimusuhi, dicurigai, sampai berhasil diterima oleh masyarakat itu dan membangun vihara yang besar.

Beberapa hari sebelum peresmian, Lama Zopa Rinpoche meminta bhiksu itu pindah, ke negara lain. Pada saat peresmian, yang berdiri di podium memberikan sambutan bhiksu lain. Kalau Saudara-Saudara dibegitukan, kira-kira bagaimana rasanya, Saudara? Mungkin Saudara akan menulis surat pembaca, “Bhante ini, bhante itu, Bhante Pannavaro sewenang-wenang, tidak adil, tidak tahu jasa, tidak menghargai perjuangan muridnya, guru yang buruk!” – Apakah bhikkhu yang dipindahkan itu juga begitu? Ya, di dalam hati.

Tetapi itulah, Saudara, cara seorang guru mengajar. Beberapa bulan kemudian, ia sangat bersujud kepada gurunya. “Kalau saya tidak dipindahkan, betapa besar ego/aku saya akan melembung, mungkin melebihi besarnya sang guru dan dunia ini. Lalu apa yang kudapatkan dengan praktik Dhamma? Kalau bukan memperkecil keakuan, malah memperbesar keakuan. Memperbesar keakuan berarti memperbesar penderitaan. Justru ajaran Guru Agung kita, dukkhanirodha, melenyapkan penderitaan.

Saya anjurkan para pemimpin, para Bhante yang ada di Bali mencoba seperti ini; coba, coba. Nanti kalau di sana, Gilimanuk sana, ada vihara yang diresmikan, tiga hari sebelum peresmian, orang-orang yang berdana, berjasa, singkirkan, panitia diganti, coba. Menghancurkan keakuan, menghancurkan penderitaan. Keakuan lahir, penderitaan lahir. Kebebasan adalah ekaraso, “Ayam dhamma-vinayo ekaraso vimuttiraso. Ajaranku ini mempunyai rasa yang satu, yang dangkal maupun yang dalam, ekaraso vimuttiraso, rasa kebebasan.”

Cerita Nyata

Silakan baca ini dengan seksama dan dapatkan putra atau putri Anda untuk membacanya juga.

Posting ini adalah tentang apa yang terjadi di rumah tangga kelas menengah yang khas.

Putranya tidak suka tinggal di rumah ayahnya. Ini karena ayahnya selalu ‘ngomel’;
"Anda meninggalkan ruangan tanpa mematikan kipas"
“TV menyala di ruangan di mana tidak ada siapa-siapa. Matikan!"
“Simpan pena di dudukan; itu jatuh ke bawah ”

Putranya tidak suka ayahnya mengomelinya untuk hal-hal kecil ini.
Dia harus mentoleransi hal-hal ini sampai kemarin sejak dia bersama mereka di rumah yang sama.

Tetapi hari ini, ia mendapat undangan untuk wawancara kerja.
“Begitu saya mendapatkan pekerjaan itu, saya harus meninggalkan kota ini. Tidak akan ada omelan dari ayah saya ”adalah pikirannya.

Ketika dia hendak pergi untuk wawancara, sang ayah menyarankan:
“Jawablah pertanyaan yang diajukan kepada Anda tanpa ragu-ragu. Bahkan jika Anda tidak tahu jawabannya, sebutkan itu dengan percaya diri. ”Dia memberinya lebih banyak uang daripada yang sebenarnya dibutuhkan untuk menghadiri wawancara.

Putranya tiba di pusat wawancara.
Dia memperhatikan bahwa tidak ada penjaga keamanan di gerbang. Meskipun pintunya terbuka, gerendelnya menonjol keluar mungkin menabrak orang masuk melalui pintu. Dia meletakkan kancing kembali dengan benar, menutup pintu dan memasuki kantor.

Di kedua sisi jalan dia bisa melihat tanaman bunga yang indah. Tukang kebun telah menjaga air mengalir di pipa selang dan tidak terlihat di mana pun. Airnya meluap di jalan setapak. Dia mengangkat selang dan meletakkannya di dekat salah satu tanaman dan melangkah lebih jauh.

Tidak ada seorang pun di area resepsionis. Namun, ada pemberitahuan yang mengatakan bahwa wawancara berada di lantai pertama. Dia perlahan menaiki tangga.

Cahaya yang dinyalakan tadi malam masih menyala pukul 10 pagi. Dia ingat peringatan ayahnya, "Mengapa kamu meninggalkan ruangan tanpa mematikan lampu?" Dan berpikir dia masih bisa mendengarnya sekarang. Meskipun dia merasa jengkel oleh pikiran itu, dia mencari saklar dan mematikan lampu.

Di lantai atas di aula besar dia bisa melihat banyak calon duduk menunggu giliran mereka. Dia melihat jumlah orang dan bertanya-tanya apakah dia punya kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan itu.

Dia memasuki aula dengan sedikit gentar dan menginjak tikar "Selamat Datang" yang ditempatkan di dekat pintu. Dia memperhatikan bahwa tikar itu terbalik. Dia meluruskan matras dengan sedikit kesal. Kebiasaan sulit dihilangkan.

Dia melihat bahwa dalam beberapa baris di depan ada banyak orang yang menunggu giliran mereka, sedangkan barisan belakang kosong, tetapi sejumlah penggemar berlari di atas deretan kursi itu.
Dia mendengar suara ayahnya lagi, "Mengapa para penggemar berjalan di ruangan di mana tidak ada seorang pun?" Dia mematikan kipas yang tidak diperlukan dan duduk di salah satu kursi yang kosong.
Dia bisa melihat banyak pria memasuki ruang wawancara dan segera pergi dari pintu lain. Jadi tidak mungkin ada yang bisa menebak apa yang ditanyakan dalam wawancara.

Ketika tiba gilirannya, Dia pergi dan berdiri di hadapan pewawancara dengan sedikit gentar dan prihatin.

Petugas mengambil sertifikat darinya dan tanpa melihat mereka bertanya, "Kapan Anda bisa mulai bekerja?"

Dia berpikir, "apakah ini pertanyaan jebakan yang ditanyakan dalam wawancara, atau apakah ini sinyal bahwa saya telah ditawari pekerjaan itu?" Dia bingung.

"Apa yang kamu pikirkan?" Tanya sang bos. “Kami tidak mengajukan pertanyaan kepada siapa pun di sini. Dengan mengajukan beberapa pertanyaan, kami tidak akan dapat menilai keterampilan siapa pun. Jadi tes kami adalah untuk menilai sikap orang tersebut. Kami terus melakukan tes tertentu berdasarkan perilaku para kandidat dan kami mengamati semua orang melalui CCTV. Tidak ada orang yang datang hari ini melakukan apa saja untuk memasang gerendel di pintu, pipa selang, keset selamat datang, kipas atau lampu yang tidak berguna. Anda adalah satu-satunya yang melakukan itu. Itu sebabnya kami memutuskan untuk memilih Anda untuk pekerjaan itu, ”kata bos.

Dia selalu merasa jengkel terhadap disiplin dan demonstrasi ayahnya. Sekarang dia menyadari bahwa hanya disiplinlah yang telah memberinya pekerjaan. Kekesalan dan kemarahannya pada ayahnya sirna sepenuhnya.
Dia memutuskan bahwa dia akan membawa ayahnya juga ke tempat kerjanya dan pergi ke rumah dengan bahagia.

Apapun yang ayah katakan kepada kita hanya untuk kebaikan kita yang bertujuan memberi kita masa depan yang cerah!

Batu karang tidak akan menjadi patung yang indah jika itu tidak menahan rasa sakit pahat yang memotongnya.

Agar kita menjadi seni yang indah dan manusia seutuhnya, kita perlu menerima peringatan yang memahat kebiasaan dan perilaku buruk dari diri kita sendiri. Itulah yang dilakukan ayah kita ketika dia mendisiplinkan kita.

Sang ibu mengangkat anak di pinggangnya untuk memberinya makan, untuk memeluknya, dan untuk membuatnya tidur. Tetapi ayah tidak seperti itu. Dia mengangkat anak itu ke pundaknya untuk membuatnya melihat dunia yang tidak bisa dia lihat.
Kita dapat menyadari rasa sakit yang dialami ibu dengan mendengarkannya; tetapi rasa sakit ayah dapat direalisasikan hanya ketika orang lain memberi tahu kami tentang hal itu.

Ayah kami adalah guru kami ketika kami berusia lima tahun; penjahat yang mengerikan ketika kita berusia sekitar dua puluh tahun, dan sebuah petunjuk sepanjang dia hidup ...

Ibu dapat pergi ke rumah putrinya atau anak laki-lakinya ketika dia tua; tapi ayah tidak tahu cara melakukan itu ...

Tidak ada gunanya menyakiti orang tua kita ketika mereka masih hidup dan mengingat tentang mereka ketika mereka telah meninggal. Perlakukan mereka dengan baik selalu.
Ini adalah contoh dari bimbingan.

*SILAHKAN! Bagikan dengan orang tua & anak-anak.
Selamat pagi


HARGA KASIH SAYANG IBU​..



HARGA KASIH SAYANG IBU​.. ( kisah nyata dunia sekarang )

Seorang anak yang kaya  lagi sukse s menjenguk ibunya yang terbaring di rumah sakit bergelut dengan penyakit yang nyaris merenggut nyawanya.
Alhamdulillah, sang ibu telah diijinkan pulang oleh dokter.
Dengan segera, si anak menjeput dan mengantar ibunya kembali ke rumah. Ketika di rumah, si anak mengeluarkan lembaran lembaran kertas untuk diberikan kepada ibunya. Isinya adalah tagihan selama perawatan di rumah sakit.

1. Obat: Rp. 12.500.000

2. Kamar rumah sakit:       Rp. 8.000.000

3. Uang Lelah menjenguk: Rp. 4.000.000

4. Uang Jaga malam di rumah sakit: Rp. 3.000.000

5. Uang untuk Merawat ibu selama sebulan :Rp. 5.000.000

6. Kerugian karena harus meninggalkan meeting: Rp 4.500.000

4. Bensin untuk perjalanan: Rp1.000.000

5. Lain lain: Rp10.000.000

tak lupa, dipojok kiri bawah tertulis _"Bisa dilunasi kontan atau dicicil"_

Sang ibu tersenyum kepada anak kesayangannya tersebut. Beliau lalu mengambil sebuah map dan menyerahkan kepada anaknya.
Si anak menerima dan meninggalkan rumah ibunya tanpa melihat isi map.
Beberapa jam setelah itu, seorang kerabatnya mengabarkan kalau
penyakit ibunya kambuh. Si anak terdiam tidak perduli dan mengutamakan jadwal kerjanya dikantor.
Kemudian, dia teringat untuk membuka dan mengetahui isi dari sebuah map yang diberikan oleh ibunya. Ternyata berisi sertifikat rumah, tanah, dan lain lain milik ibunya.
Belum sempat selesai dia membaca, kerabatnya memberitahukan bahwa sang ibu telah meninggal dunia.
Si anak masih terdiam dan dia melihat  secarik kertas kecil yang jatuh diantara beberapa surat yang digenggamnya...

Sebuah surat terakhir dari ibunya yang berisi...
" Terimakasih atas semua yang telah kamu berikan pada ibu, anakku sayang. Kamu punya rincian, ibupun akan demikian. Namun ibu merasa kurang bisa mengisi berapa harga yang pas untuk rincian ini.

Untuk pembelian nutrisi selama kamu di dalam kandungan: "gratis"

Untuk sembilan bulan ibu mengandungmu: "gratis"

Untuk biaya bersalin ditambah biaya kesakitan melahirkanmu : "gratis"

Untuk setiap malam ibu menemani kamu: "gratis"

Untuk semua saat susah dan air mata dalam mengurus kamu : "Gratis"

Untuk membawamu ke dokter dan mengobati saat kamu sakit, serta mendo'akanmu: "gratis"

Untuk setiap tetes Air susu ibu: "gratis"

Untuk biaya sekolah, makan, tempat tinggal untukmu: "gratis"

Untuk biaya mendidikmu hingga kamu dewasa dan sukses : "gratis"

Untuk Mengasihimu selama 30 tahun: "gratis"

Anakku… dan kalau kamu menjumlahkan semuanya
​Akan kamu dapati bahwa harga Kasih sayang ibu adalah "GRATIS...!!"​

​Ibu cuma bercanda anakku...Ibu serahkan semua ini sebagai warisan untukmu, sebagai pengganti biaya pengobatan ibu.​

Maaf ibu tidak bisa memberimu lebih banyak. Maafkan ibu."

Tangis penyesalanpun akhirnya memenuhi ruangan itu...

Cintai orang tua kita yang masih ada........  smoga berguna untuk anak anak kita.

sampaikan ke grup lain jika dianggap bermanfaat, jika tidak ada manfaatnya hapuslah...
Terima kasih  🙏🏼


*Kisah Kala, Putra Anathapindika*


*Kisah Kala, Putra Anathapindika*

Kala, putra Anathapindika, selalu menghindar ketika Sang Buddha dan para bhikkhu rombonganNya datang berkunjung ke rumahnya.

Anathapindika khawatir jika putranya tetap bersikap seperti itu, ia akan terlahir kembali di salah satu alam yang rendah (apaya). Ia membujuk putranya dengan menjanjikan sejumlah uang. Anathapindika berjanji untuk memberikan sejumlah uang jika putranya berkenan pergi ke vihara dan berdiam di sana selama sehari pada saat hari uposatha. Putranya pergi ke vihara dan pulang kembali pada esok harinya, tanpa mendengarkan khotbah-khotbah. Ayahnya memberikan nasi kepadanya, tetapi daripada mengambil makanannya, ia terlebih dahulu menuntut untuk diberi uang.

Pada hari berikutnya, sang ayah berkata pada putranya, “Putraku, jika kamu mempelajari sebait syair dari Sang Buddha, saya akan memberimu sejumlah uang yang lebih banyak pada saat kau kembali.” Kemudian Kala pergi ke vihara, dan mengatakan kepada Sang Buddha bahwa ia ingin mempelajari sesuatu. Sang Buddha memberikannya sebuah syair pendek untuk dihafal luar kepala; dalam waktu yang singkat Beliau merasa bahwa si pemuda tidak mudah mengingatnya. Jadi, si pemuda harus mengulangi satu syair berulang kali. Karena ia harus mengulanginya berulang kali, pada akhirnya ia mengerti penuh tentang Dhamma dan mencapai tingkat kesucian sotapatti.

Pagi-pagi sekali pada hari berikutnya, ia mengikuti Sang Buddha dan para bhikkhu menuju ke rumah orang tuanya. Tetapi pada hari itu, ia dengan diam-diam berharap, “Saya berharap ayahku tidak akan memberikan kepadaku sejumlah besar uang pada saat kehadiran Sang Buddha nanti. Saya tidak berharap Sang Buddha mengetahui bahwa saya berdiam di vihara hanya demi uang.”

Ayahnya memberikan dana makanan kepada Sang Buddha dan para bhikkhu, dan juga kepadanya. Kemudian, ayahnya membawa sejumlah besar uang, dan menyuruh Kala untuk mengambil uang tersebut. Dengan terkejut Kala menolak. Ayahnya memaksa Kala untuk menerima uang itu, tetapi Kala tetap menolak. Kemudian, Anathapindika berkata kepada Sang Buddha, “Bhante, putra saya benar-benar berubah; sekarang ia berkelakuan sangat menyenangkan.” Kemudian ia menceritakan kepada Sang Buddha bagaimana ia membujuk putranya dengan uang agar putranya berkenan pergi ke vihara dan berdiam di sana pada saat hari uposatha, serta untuk mepelajari beberapa syair Dhamma.

Sang Buddha menjawab, “Anathapindika! Hari ini, putramu telah mencapai tingkat kesucian sotapatti, yang lebih baik daripada kekayaan kerajaan duniawi atau alam para dewa maupun alam para brahma.”

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 178 berikut:

*Ada yang lebih baik*
*daripada kekuasaan* *mutlak atas bumi,*
*daripada pergi ke surga,*
*atau daripada* *memerintah seluruh dunia,*
*yakni hasil kemuliaan dari seorang suci*
*yang telah* *memenangkan arus* *_(sotapati phala)_*

Pancadhamma

lima kewajiban kita

1. Menyayangi semua bentuk kehidupan ( Metta-karuna )
2. Suka berdana atau bersedekah
3. Berpuas hati
4. Berbicara Jujur
5. Menjaga penyadaran dengan tidak mencoba narkoba dan miras