Informasi SMW Batam

Minggu, 15 April 2018

*Kisah Kala, Putra Anathapindika*


*Kisah Kala, Putra Anathapindika*

Kala, putra Anathapindika, selalu menghindar ketika Sang Buddha dan para bhikkhu rombonganNya datang berkunjung ke rumahnya.

Anathapindika khawatir jika putranya tetap bersikap seperti itu, ia akan terlahir kembali di salah satu alam yang rendah (apaya). Ia membujuk putranya dengan menjanjikan sejumlah uang. Anathapindika berjanji untuk memberikan sejumlah uang jika putranya berkenan pergi ke vihara dan berdiam di sana selama sehari pada saat hari uposatha. Putranya pergi ke vihara dan pulang kembali pada esok harinya, tanpa mendengarkan khotbah-khotbah. Ayahnya memberikan nasi kepadanya, tetapi daripada mengambil makanannya, ia terlebih dahulu menuntut untuk diberi uang.

Pada hari berikutnya, sang ayah berkata pada putranya, “Putraku, jika kamu mempelajari sebait syair dari Sang Buddha, saya akan memberimu sejumlah uang yang lebih banyak pada saat kau kembali.” Kemudian Kala pergi ke vihara, dan mengatakan kepada Sang Buddha bahwa ia ingin mempelajari sesuatu. Sang Buddha memberikannya sebuah syair pendek untuk dihafal luar kepala; dalam waktu yang singkat Beliau merasa bahwa si pemuda tidak mudah mengingatnya. Jadi, si pemuda harus mengulangi satu syair berulang kali. Karena ia harus mengulanginya berulang kali, pada akhirnya ia mengerti penuh tentang Dhamma dan mencapai tingkat kesucian sotapatti.

Pagi-pagi sekali pada hari berikutnya, ia mengikuti Sang Buddha dan para bhikkhu menuju ke rumah orang tuanya. Tetapi pada hari itu, ia dengan diam-diam berharap, “Saya berharap ayahku tidak akan memberikan kepadaku sejumlah besar uang pada saat kehadiran Sang Buddha nanti. Saya tidak berharap Sang Buddha mengetahui bahwa saya berdiam di vihara hanya demi uang.”

Ayahnya memberikan dana makanan kepada Sang Buddha dan para bhikkhu, dan juga kepadanya. Kemudian, ayahnya membawa sejumlah besar uang, dan menyuruh Kala untuk mengambil uang tersebut. Dengan terkejut Kala menolak. Ayahnya memaksa Kala untuk menerima uang itu, tetapi Kala tetap menolak. Kemudian, Anathapindika berkata kepada Sang Buddha, “Bhante, putra saya benar-benar berubah; sekarang ia berkelakuan sangat menyenangkan.” Kemudian ia menceritakan kepada Sang Buddha bagaimana ia membujuk putranya dengan uang agar putranya berkenan pergi ke vihara dan berdiam di sana pada saat hari uposatha, serta untuk mepelajari beberapa syair Dhamma.

Sang Buddha menjawab, “Anathapindika! Hari ini, putramu telah mencapai tingkat kesucian sotapatti, yang lebih baik daripada kekayaan kerajaan duniawi atau alam para dewa maupun alam para brahma.”

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 178 berikut:

*Ada yang lebih baik*
*daripada kekuasaan* *mutlak atas bumi,*
*daripada pergi ke surga,*
*atau daripada* *memerintah seluruh dunia,*
*yakni hasil kemuliaan dari seorang suci*
*yang telah* *memenangkan arus* *_(sotapati phala)_*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hanya butuh 1 menit untuk membaca

kita tinggal di ?
kita hidup di ?
kita bisa makan karena ada ?
kita bisa minum karena ada ?
jawabannya adalah bumi ☺

Bumi yg indah ini penuh dengan berbagai pemandangan alam yg indah tetapi keindahannya tdk akan kita lihat lagi, jika keindahan itu kita rusak dan tidak kita jaga.

sama juga dengan berbagai hasil bumi dan sumber daya alam yg ada, jika tdk kita jaga dan hargai semuanya tentu juga akan hilang dan tdk akan bisa kita nikmati lagi.

oleh sebab itu kita harus saling mengingatkan supaya pikiran, ucapan dan perbuatan kita selalu terjaga dengan baik. kalau pikiran, ucapan dan perbuatan terjaga dengan baik tentu kebijaksanaan akan berkembang. Dengan begitu kebijaksanaan hati untuk menjaga bumi, merawat bumi tentu menjadi ada.

mari kita jaga bumi ini
dengan begitu kehidupan kita tetap bertahan ☺

☺ terima kasih sudah baca , like, berkomentar dan share

Pancadhamma

lima kewajiban kita

1. Menyayangi semua bentuk kehidupan ( Metta-karuna )
2. Suka berdana atau bersedekah
3. Berpuas hati
4. Berbicara Jujur
5. Menjaga penyadaran dengan tidak mencoba narkoba dan miras