Informasi SMW Batam

Selasa, 05 Maret 2019

Dhammayatra

Dhammayatra terdiri dari dua kata yaitu dhamma dan yatra. Dhamma artinya kesunyataan, benar, kebenaran dsb. Sedangkan yatra artinya di tempat mana. 

Jadi kata Dhammayatra artinya adalah tempat dharma. Dengan demikian dhammayatra yang dimaksud adalah tempat yang berhubungan dengan dhamma. Yang perlu dikunjungi oleh umat Buddha, karena mengunjungi tempat dhamma inilah maka akhirnya dhammayatra secara umum berarti berziarah ke tempat – tempat suci.

Untuk berdhammayatra telah disebutkan dalam Mahaparinibbana Sutta, Digha Nikaya. Namun informasi tentang adanya kegiatan dhammayatra tidak pernah disebutkan sejak Sang Buddha Parinibbana hingga pada masa raja Asoka. Kegiatan dhammayatra muncul pada abad III, ketika Raja Asoka berkuasa di jambudipa.
Menurut kitab Mahavastu dan Asokavadana, di ibukota jambudipa, pataliputta ( patna, sekarang ) berkuasa seorang raja bernama Bindusara. Raja memiliki banyak permaisuri dan memiliki seratus anak. Salah seorang anak raja bernama pangeran Asoka. Asoka mempunyai kekuatan dan kemampuan yang luar biasa melampaui saudara – saudaranya. Sebelum menjadi raja, Asoka membunuh 99 orang saudaranya, sehingga ia memiliki kerajaan yang utuh. Hal ini terjadi 218 BE ( Buddhist Era ), yang dihitung mulai sejak Sang Buddha Parinibbana. Dan empat tahun kemudian ia dinobatkan menjadi raja di pataliputta, Ia telah menguasai seluruh jambudipa ( Sekarang India, Pakistan, Bangladesh, Nepal dan Bhutan )

Sebagai raja ia memerintah dengan keras, dan ia dipandang sebagai raja yang bengis dan kejam sehingga ia dijuluki sebagai Candasoka ( Asoka jahat ).

Pada mulanya raja Asoka ridak mengenal Buddha Dharma, Namun pada suatu hari, selagi raja berdiri di dekat jendela, ia melihat seorang petapa yang tenang sekali, yaitu samanera Nigrodha, putra dari sumana, kakak tertua dari semua anak raja Bindusara Dengan kata lain Samanera Sumana adalah kemenakan Raja Asoka sendiri.

Raja Asoka mengundang Samanera Sumana ke istananya, Di istana Samanera membabarkan Appamanavagga ( Samyuta Nikaya ) kepada raja. Akhirnya raja menjadi umat Buddha, sejak menjadi umat Buddha, raja melakukan banyak dana dan perbuatan baik lainnya.

Menurut kitab Mahavamsa, Raja Asoka menjadi umat Buddha karena bertemu dengan Samanera Sumana, sedangkan menurut kitab Asokavadana, raja bertemu dengan bhikkhu Samudra, dalam pertemuan itu Bhikkhu menunjukan kekuatan batin ( Abhinna ) dengan cara melayangkan tubuhnya ke angkasa, setengah dari tubuhnya mengeluarkan api dan setengah tubuhnya yang lain mengeluarkan air. Karena pertunjukan inilah maka raja menjadi umat Buddha.

Setelah raja menjadi umat Buddha, selain ia melakukan banyak perbuatan baik, juga ia mendirikan banyak vihara. Pendirian banyak vihara ini dilakukan sehubungan dengan dialog antara Raja Asoka dengan Bhikkhu Moggaliputta.
“ Bagaimana besar dhamma yang diajarkan Sang Buddha ? Bhikkhu Moggaliputta Tissa menjawabnya, ketika raja mendengar ada 84.000 bagian Dhamma lalu raja berkata : “ dari setiap bagian itu, saya akan hormati dengan sebuah vihara, Ia memberikan uang sebanyak 96 koti untuk 84.000 kota, serta memerintah para raja ( bawahannya ) untuk membangun vihara dan ia sendiri mulai mendirikan Asokarama”
(Mahavamsa 77 – 80 )

Karena perbuatan baiknya begitu banyak dan prilakunya berubah, maka Raja Asoka dikenal dengan nama Dhammasoka ( Asoka yang hidup sesuai dengan dharma ).
Selanjutnya dalam kitab Asokavadana disebutkan bahwa setelah Raja Asoka menjadi umat Buddha di bawah bimbingan Bhikkhu Samudra, kemudian ia bertemu dengan Bhikkhu Upagupta. Pada pertemuan itu, raja bertanya kepada Bhikkhu : “ Baik sekali Maharaja, jawab Upagupta, keinginan anda sangat menarik, saya akan menunjukkan tempat – tempat itu hari ini…”
Kemudian Raja Asoka menyiapkan 4 kelompok pasukan, menyiapkan wangi  – wangian dan bunga – bungaan dan berangkat bersama Bhikkhu Upagupta.

Dari uraian diatas, kita dapat mengetahui tentang Raja Asoka dengan bantuan Bhikkhu Upagupta melakukan ziarah ke tempat – tempat yang ada hubungannya dengan kehidupan Sang Buddha.

 Pahala Berdhammayatra
 Pahala yang didapat sebagai hasil karma baik karena berdhammayatra adalah besar sekali, karena pahala berdhammayatra ini akan membantu dan menentukan kelahiran kita pada kehidupan yang akan dating. Hal ini dapat kita ketahui dari kutipan di bawah ini :
“Ananda, bagi mereka yang dengan keyakinan kuat melakukan ziarah ke tempat – tempat itu, maka setelah mereka meninggal dunia , mereka akan terlahir kembali di alam surga “
Karma baik berdhammayatra dengan terlahir kembali di alam surga setelah kematian kita, ini berarti bahwa ketika kita berada di tempat – tempat dhammayatra, kita melakukan perenungan akan sifat – sifat Sang Buddha dan kita berusaha melakukannya dalam kehidupan seari – hari. Dengan kata lain, setelah kita berdhammayatra kita berusaha melakukan perbuatan baik dan menghindari perbuatan jahat.

Juga setelah kita berdhammayatra lalu kita meninggal, dan pada saat meninggal mengingat atau merenung tempat – tempat itu sehubungannya dengan Sang Buddha, maka kelahiran di alam surga dapat diharapkan, asalkan kita tidak pernah melakukan perbuatan karma buruk yang berat ( seperti membunuh orang tua ), maka kelahiran di alam surga dapat diharapkan.

Tempat – tempat Dhammayatra
Tempat – tempat untuk berdhammayatra telah disebutkan dalam Mahaparinibbana Sutta oleh Sang Buddha kepada Bhikkhu Ananda, sebagai berikut :
“ Ananda, ada 4 tempat bagi seorang berbakti untuk di ziarahi, menyatakan sujudnya sebagai perasaan hormat, dimanakah ke empat tempat itu ?”

Ananda, tempat dimana Tathagata dilahirkan adalah tempat bagi seorang berbakti seharusnya berziarah, menyatakan sujudnya dengan perasaan hormat.

Tempat dimana Sang Tathagata mencapai penerangan sempurna yang tiada taranya, adalah tempat bagi seorang berbakti seharusnya berziarah menyatakan sujudnya dengan perasaan hormat.

Tempat dimana Sang Tathagata memutarkan Roda Dhamma untuk pertama kali adalah tempat bagi seorang berbakti seharusnya berziarah menyatakan sujudnya dengan perasaan hormat.

Tempat dimana Sang Tathagata meninggal ( Parinibbana ) adalah tempat bagi seorang berbakti seharusnya berziarah, menyatakan sujudnya dengan perasaan hormat.
Mereka yang berziarah ke tempat – tempat itu, apakah mereka itu para bhikkhu, para bhikhhuni, para upasaka atau para upasika merenungkan : “Disinilah Sang Tathagata dilahirkan, Disinilah Sang Tathagata mencapai penerangan sempurna, Disinilah Sang Tathagata memutarkan Roda Dhamma untuk pertama kali, Disinilah Sang Tathagata meninggal ( Parinibbana )”

Itulah empat tempat Dhammayatra bagi umat Buddha yang diberitahukan oleh Sang Buddha kepada Bhikkhu Ananda. Hal ini disampaikan oleh Sang Buddha menjelang Beliau parinibbana atau meninggal dunia.

1. Lumbini
Adalah tempat kelahiran Pangeran Siddhartha yang kelak menjadi Buddha, Lumbini sekarang ini dikenal pula dengan nama Rummindei terletak di kerajaan Nepal, kira – kira  10 km dari perbatasan India, di utara kota Gorakpur, Uttar Prades, India.
Sekarang ini di Lumbini ada beberapa bangunan yang dibuat untuk menunjukan bahwa ditempat itulah Pangeran Siddhartha yang menjadi Buddha dilahirkan, diantaranya adalah Pilar Asoka, Vihara Mayadevi.

Pilar Asoka didirikan oleh Raja Asoka ketika beliau mengunjungi Lumbini, pada sekitar tahun 250 BC, pilar ini merupakan tiang batu ( monolith ) dan ada prasasti yang ditulis disitu. Isi prasasti pilar Asoka adalah sebagai berikut :
“Dua puluh tahun setelah dinobatkan menjadi raja, raja Priyadarsi, kecintaan para dewa, mengunjungi tempat ini dan melakukan puja, sebab Sang Buddha petapa sakya lahir disini. Ia mendirikan pagar batu di sekeliling tempat ini  dan mendirikan pilar batu untuk memperingati kunjungannya. Karena Sang Buddha
Lahir disini, maka ia membebaskan para penduduk desa Lumbini dari pembayaran pajak dan hanya membayar seperdelapan dari hasil tanaman sebagai ganti dari pembayaran yang seharusnya.

Vihara Mayadevi merupakan sebuah tempat persembahyangan yang memiliki sebuah rupang yang menggambarkan tentang Ratu Mahamaya memegang cabang pohon salad an bayi yang baru lahir berdiri diatas bunga teratai.

Pada januari 1996, sebuah tim arkeologi dari jepang, India, Pakistan dan Nepal, menggali sedalam tujuh meter dibawah bekas kolam, mereka menemukan sebuah batu prasasti. Batu prasasti ini adalah batu yang diletakkan oleh Raja Asoka diantara tujuh lapisan bata. Isi tulisan prasasti tersebut adalah “Disinilah Sang Buddha dilahirkan”

2. Buddha Gaya
Buddha Gaya atau Bodh Gaya ( Sekarang ) adalah tempat dimana petapa Gotama mencapai penerangan sempurna ( Bodhi ) menjadi Buddha dibawah pohon Bodhi ( Ficus Religiosa ) Pada waktu pencapaian keBuddhaan, Buddha Gaya merupakan hutan yang dikenal dengan nama hutan Uruvela.
Buddha Gaya terletak di distrik Gaya, Bihar, India. Di Buddha Gaya sekarang ini ada stupa Maha Bodhi, Pohon Bodhi dan Vajrasana.
Stupa Maha bodhi tingginya kira – kira 170 kaki dengan lantai dasar 50 kaki persegi, Stupa ini dibangun dengan batu bata yang tersusun rapi dan diplester. Didepan pintu masuk ke stupa dindingnya ada diukir. Disetiap lubang – lubang atau lekukan dinding, terdapat Buddha Rupang. Tiang – tiang dan pintu gerbangnya dibuat dari batu, ada altar di ruangan lantai dasar, ada pula yang terletak dilantai dua, dan untuk ke lantai itu dapat melalui dua tangga batu. Distupa ini masih banyak obyek yang dapat kita temukan.

Pohon Bodhi yang dianggap dibawah pohon Bodhi itulah petapa Gotama mencapai KeBuddhaan. Pohon ini diperkirakan sebagai pohon asli tempat petapa Gotama mencapai KeBuddhaan. Pohon ini terletak di belakang stupa Maha Bodhi.

Vajrasana adalah tempat duduk petapa Gotama, terletak di bawah pohon Bodhi, ketika petapa Gotama bermeditasi diatas tempat duduk inilah akhirnya beliau menjadi Buddha.

3. Varanasi
Di Taman Rusa ( Migadaya ), Isipathana, Baranasi, Sang Buddha membabarkan khotbah pertama, Dhammacakkapavatthana Sutta kepada lima orang petapa yaitu ( Kondanna, Vappa, Bhadiya, Mahanama, Assajji ). Sekarang tempat ini lebih dikenal dengan nama Sarnath.

Sarnath terletak di distrik Varanasi, Uttar Pradesh, India kira – kira 10 km dari kota Varanasi sekarang.
Tempat dimana Sang Buddha membabarkan khotbah yang pertama telah didirikan sebuah stupa yaitu Dhamek Stupa, yang juga merupakan sisa tanda kejayaan Sarnath. Hal ini disebutkan dalam prasasti Mahipala I dari dinasti Pala tahun 1026 AD, Dhamek Stupa pada mulanya dikenal sebagai Dhammacakka Stupa. Dhamek Stupa pada mulanya dibangun oleh Raja Asoka dengan bentuk menara silinder yang mempunyai dasar dengan diameter 28,5 m tinggi 33,53 m atau 42,06 termasuk dasarnya.

Disamping Dhamek Stupa, ada pula stupa lain yaitu Dharmarajika Stupa yang terletak agak ke utara dari Dhamek Stupa. Stupa yang asli didirikan oleh Raja Asoka dengan dasarnya berdiameter 13,49 m. Tambahan pada stupa dilakukan pada masa kerajaan Kushana. Namun Stupa ini telah dirusak oleh Jagat Singh dari varanasi pada tahun 1794.

4. Kusinara
Kusinara sekarang ini dikenal dengan nama Kushinagar, yang terletak di distrik Deoria, Uttar Pradesh, India atau 55 km arah timur dari kota Gorakpur.
Di kusinara, pada usia 80 tahun Sang Buddha parinibbana atau meninggal dibawah dua pohon sala kembar. Untuk memperingati tempat ini, telah didirikan sebuah stupa yang dikenal dengan nama Mahaparinibbana Stupa dan sebuah vihara yang memiliki Buddha Rupang besar dengan posisi tidur.
Kira – kira 1,61 km ke arah timur dari tempat Sang Buddha parinibbana, di jalan dari kasia ke deoriate terdapat Makutabandhana Cetiya atau Stupa Kremasi. Stupa ini didirikan untuk memperingati tempat dimana jasad Sang Buddha dikremasikan.
Stupa ini berdiameter 34,14 m dalam bentuk lingkaran drum, pada dasarnya berdiameter 47,25 m. Didekat Stupa ini terdapat sebuah kolam Ramabhar Jhil yang kering dimusim panas.

Keempat tempat Dhammayatra tersebut adalah tempat yang disarankan oleh Sang Buddha sendiri, namun setelah Sang Buddha parinibbana, umat Buddha berdhammayatra bukan hanya keempat tempat itu, tetapi juga ke tempat – tempat yang dipandang penting oleh Umat Buddha karena tempat – tempat itu berhubungan dengan kehidupan beliau,  tempat – tempat itu antara lain :
a. Rajagaha
Rajagaha sekarang terkenal dengan nama Rajgir, Rajagaha adalah ibukota kerajaan Magadha, yang diperintah oleh Raja Bimbisara, Di kota Rajagaha ini terdapat sebuah bukit yang sangat terkenal di masa Sang Buddha, yaitu bukit Gijjhaguta atau Puncak Burung Nasar. Di puncak bukit ini Sang Buddha sering tinggal. Tidak jauh dari Rajagaha terdapat perbukitan, diantara bukit – bukit itu terdapat Goa Sattapani yaitu tempat Maha Samaya I, yang pada kesempatan itu Bhikkhu Ananda mengucapkan Sutta Pitaka.

b. Savatthi
Savathi sekarang dikenal dengan nama Saheth Maheth, merupakan reruntuhan pula, Savathi adalah ibukota kerajaan kosala, Disini terdapat Vihara Jetavana yang didirikan oleh Anathapindika. Gandhakuti yang sering disebut dalam Tipitaka berada di Vihara Jetavana, sekarang bekas Vihara dan Gandhakutimasih dapat kita temukan.

Demikian pula banyak tempat Dhammayatra lainnya seperti Nalanda, Vesali, Sankasya ( Sankisa ) adalah tempat Sang Buddha turun dari Surga Tavatimsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hanya butuh 1 menit untuk membaca

kita tinggal di ?
kita hidup di ?
kita bisa makan karena ada ?
kita bisa minum karena ada ?
jawabannya adalah bumi ☺

Bumi yg indah ini penuh dengan berbagai pemandangan alam yg indah tetapi keindahannya tdk akan kita lihat lagi, jika keindahan itu kita rusak dan tidak kita jaga.

sama juga dengan berbagai hasil bumi dan sumber daya alam yg ada, jika tdk kita jaga dan hargai semuanya tentu juga akan hilang dan tdk akan bisa kita nikmati lagi.

oleh sebab itu kita harus saling mengingatkan supaya pikiran, ucapan dan perbuatan kita selalu terjaga dengan baik. kalau pikiran, ucapan dan perbuatan terjaga dengan baik tentu kebijaksanaan akan berkembang. Dengan begitu kebijaksanaan hati untuk menjaga bumi, merawat bumi tentu menjadi ada.

mari kita jaga bumi ini
dengan begitu kehidupan kita tetap bertahan ☺

☺ terima kasih sudah baca , like, berkomentar dan share

Pancadhamma

lima kewajiban kita

1. Menyayangi semua bentuk kehidupan ( Metta-karuna )
2. Suka berdana atau bersedekah
3. Berpuas hati
4. Berbicara Jujur
5. Menjaga penyadaran dengan tidak mencoba narkoba dan miras